Aku masih kerap tersenyum sendiri, mengingat kita pernah merajut cerita seperti roman-roman romantis tentang dua orang yang sedang jatuh cinta. Bahkan aku menuliskannya, merangkai aksara agar menjadi kisah yang sesuai dengan harapanku mungkin juga harapanmu, menjadikan kita pasangan sampai akhir masa. Karena kisah indah kita berlalu begitu saja, berakhir tanpa kata pisah ataupun selamat tinggal. Tak perlulah aku menyebutkan alasannya, karena kita memang sama-sama dilema.
Kiranya masih ingatkah engkau? Kita pernah saling menautkan rasa, magnet yang tercipta tanpa dorongan apapun, mungkin intuisi semata, aku sempat bertanya, sampai kapan waktu akan mengakhiri kisah kita? Keindahan waktu itu benar-benar seperti drama korea. Aku menikmati dan mencemaskan waktu mengakhiri cerita kita, tapi semesta telah menentukannya, dipersimpangan itu kita berpisah dan berjanji untuk tidak lagi merangkai cerita seperti sebelumnya.
Ibarat kau dan aku adalah pemeran utamanya, nalurimu sebagai seroang pelindung begitu terasa, di sana kau sempat menyunggingkan senyum saat aku meronta karena arah yang kita lalui bukan yang sebenarnya. Aku akan menceritakan lagi dengan seksama, dengarkanlah! Agar kau mengingatnya dan semua orang juga mengetahuinya, karena kisah ini akan di baca oleh mereka.
Tanpa kau berkata, aku tahu kebahagiaan ini hadir tanpa diminta, hadir karena kau juga hadir di sisi, menemani perjalanan panjangku ke tempat perkemahan kita. Setelah sebelumnya kita mengikuti jalan santai yang menempuh jarak beberapa kilometer, kini aku harus segera kembali ketempat semula. Dan tiba-tiba kau mengikutiku begitu saja, bukankah aku tak memintanya? Tapi, tengoklah sebenarnya itu yang ku harapkan, ditemani kau saja.
Masih seperti biasa, sikapku yang jual mahal tak juga mereda atau mungkin memang takkan pernah reda. Aku menolak untuk berjalan beriringan denganmu layaknya seorang pasangan muda yang merasa dunia hanya milik berdua. Sebenarnya bukan jual mahal yang semata-mata menjadi alasan, tapi aku hanya ingin menjaga, menjaga keutuhan cerita untuk imamku di sana, kekasih halal yang akan datang membawa janji suci untuk hidup bersama sampai akhir masa.
Entah siapa, yang penting aku sudah berusaha untuk tidak mengecewakannya. Namun aku juga tak mampu menepis bahwa kehadiranmu menjadi bumbu tersendiri, baru kali ini aku jalan berdua dengan seorang pria, meskipun tak beriringan, karena jilbab yang ku kenakan ini adalah cerminan bahwa wanita harus menjaga kehormatannya.
Kita memang tak menghalalkan cara-cara romantis dengan berdekatan atau bersentuhan layaknya drama-drama korea, namun ketahuilah, apa yang kurasa mungkin lebih indah dari mereka. Aku hanya meresapinya, membiaskan syukur karena Allah menghadirkan rasa bahagia yang tak mampu diurai oleh kata, namun begitu manis dalam dada.
Sekilas saja, itulah kisahku yang indah di ingatan dan mudah menghadirkan senyuman.