[portalpiyungan.com] Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai ada dua kejanggalan dalam pengadaan tanah RS Sumber Waras oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Kejanggalan itu terletak dalam aspek nomenklatur dan proses pencairan uang pelepasan hak tanah tersebut.
“Kalau kami (ICW) sebenarnya juga ingin mengkritik. Misalnya nomenklatur itu tidak sesuai dengan pembelian, tapi itu nomenklatur di Dinas Pendidikan. Terus pembayaran, ini pakai Surat Perintah Membayar (SPM) besar juga Rp 755 juta,” papar Koordinator Divisi Investigasi ICW Febri Hendri, di Cikini, Jakarta, Sabtu, 18 Juni 2016.
ICW sendiri lebih menyoroti soal nominal SPM-nya. Mereka melihat nominal Rp 755 miliar terlalu besar.
“Kita janggal jumlahnya, SPM itu tidak segitu,” herannya.
Kata Febri, ada beberapa cara yang bisa dilakukan KPK untuk mengungkap korupsi dalam pengadaan lahan RS Sumber Waras. Lembaga antirasuah bisa memulai dari proses penentuan NJOP.
“Apakah ada mark up NJOP? Biasanya di situ. Seharusnya harganya rendah itu dinaikkan. Ada rumusnya, proses perhitungannya itu harus dibuktikan,” jelasnya.
Dalam APBD Pemprov DKI 2014, nomenklatur pengadaan tanah senilai Rp 800 miliar adalah pembelian lahan RS Sumber Waras. Namun, dalam APBD-P 2014, nomenklaturnya diganti menjadi pelepasan hak.
Sedangka terkait SPM, ada beberapa modus yang menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dilakukan oleh pihak Pemprov DKI. Intinya adalah soal penerbitan instruksi Gubernur Nomor 167 Tahun 2014 tentang Perubahan Batas Waktu Penyampaian SPN Tahun Anggaran 2014.
Dalam Ingub tersebut ada perpanjangan masa pengajuan SPM khusus pengadaan tanah untuk kepentingan umum, yang diperpanjang sampai 209 Desember 2014 pukul 18.00. Ingub ini diterbitkan bersamaan dengan penyerahan berkas SPM pengadaan RS Sumber Waras.
Selama ini ICW mengkritik audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kasus Sumber Waras. ICW juga menilai lembaga auditor yang tercantum di UUD itu kurang cermat dalam melakukan audit pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta.