Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) menyatakan bahwa apa yang diberitakan oleh media terkait permintaan penutupan Google dan YouTube bukanlah sikap mereka. Dikutip dari tempo.co, organisasi cendekiawan ini menanggapi bahwa rata-rata pelaku kekerasan seksual memakai Google dan YouTube sebagai 'inspirasi'. Namun, pertanyaan tersebut pun dibantah Rabu (8/6) oleh Ketua Umum ICMI Jimly Asshiddiqie
ICMI tak pernah desak pemerintah untuk tutup Google dan YouTube.
Jimly mengatakan kalau keterangan pers yang dikeluarkan instansinya, Selasa (7/6) lalu bukanlah sikap resmi ICMI. Dalam siaran tersebut Sekretaris Jenderal ICMI Jafar Hafsah meminta dua situs tersebut diblokir karena banyaknya konten pornografi dan kekerasan.
Menurut Jimly, Google dan YouTube tidak mungkin dilarang (diblokir) karena Indonesia tidak sama dengan Tiongkok. Lebih jauh lagi, diperlukan persiapan seperti Tiongkok, antara lain membuat sosial media lokal.
Jimly menambahkan memang ada diskusi tentang konten pornografi di dunia maya, tapi tidak secara eksplisit mereka menyatakan datang dari Google dan YouTube. Jimly juga menyayangkan pihaknya yang kurang rapi dalam mengerjakan keterangan pers tersebut. Seharusnya tidak disebutkan secara langsung bahwa situs yang mau dilarang adalah Google dan YouTube.
Pemerintah harus menyaring, bukan langsung memblokir.
Selain kepada masyarakat, Jimly mengaku harusnya pemerintah dapat menyaring konten-konten tersebut. Pemerintah diminta membimbing generasi muda dan pengguna sosial media untuk mengakses dunia maya sesuai moral masing-masing.
Dengan kebebasan akses informasi zaman sekarang, yang paling efektif adalah penutupan situs porno yang asli. Hal tersebut dikatakan Jimly sesuai dengan visi pemerintah. Jimly kembali mengatakan kalau pernyataan rekannya dalam keterangan pers tersebut adalah Google dan YouTube harus diingatkan untuk mulai menyaring konten mereka sendiri dari hal-hal berbau pornografi.
Untung besar diraup Google dan YouTube.
Selain masalah pemblokiran, dalam keterangan pers ICMI, Google dan YouTube dianggap sebagai 'lumbung' pencarian konten porno oleh warga Indonesia. Dengan Indonesia disebut sebagai negara kedua yang paling banyak mengakses situs tersebut. Kemudian Google, YouTube, bahkan Facebook pun dianggap mengambil keuntungan dari Indonesia tanpa membayar pajak.
Saat ini pemerintah sedang membuat Rancangan Peraturan Menteri tentang Penyediaan Layanan Aplikasi dan atau Konten Melalui Internet. Dengan kata lain, aturan tersebut akan menaungi operasional Google serta layanan sejenis.