Infrastruktur jalan yang rusak (seperti lubang misalnya) kerap ditemukan pada beberapa ruas jalan. Bukan tidak mungkin, kondisi tersebut bisa saja menyebabkan kecelakaan, yang menimbulkan korban jiwa dan kerusakan kendaraan.
Berbincang singkat dengan Edo Rusyanto, koordinator Jaringan Aksi Keselamatan Jalan (Jarak Aman) mengatakan, ketika hal tersebut terjadi, penyelenggara jalan yang terdiri dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dinas Perhubungan, Pemerintah Desa, atau operator jalan tol, bisa dipidanakan.
“Ini ada di dalam Undang Undang No 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), khususnya pada pasal 273 ayat satu sampai empat. Merujuk pada UU tersebut, sanksi yang diberikan kepada penyelenggara jalan beragam tergantung dari tingkat persoalan,” ujar Edo kepada KompasOtomotif, Selasa (31/5/2016).
Edo melanjutkan, Pasal 273 ayat satu hingga empat dalam UU tersebut, secara berurutan mencantumkan sanksi sebagai berikut.
Pertama, setiap penyelenggara jalan (PJ) yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki jalan yang rusak, yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, sehingga menimbulkan korban luka ringan dan (atau) kerusakan kendaraan dan (atau) barang, dipidana dengan penjara paling lama 6 bulan, atau denda paling banyak Rp 12.000.000.
Kedua, dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dan mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana penjara paling lama 1 tahun, atau denda paling banyak Rp 24.000.000.
Ketiga, dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dan mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana penjara paling lama 5 tahun, atau denda paling banyak Rp 120.000.000.
Keempat, penyelenggara jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak dan belum diperbaiki, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat 2, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan, atau denda paling banyak Rp 1.500.000.