[portalpiyungan.com] Pemerhati masalah daging impor kualitas rendah asal Universitas Andalas Padang, Sumbar, Benny Dwika Leonanda meminta pemerintah lebih berhati-hati mengimpor daging berkualitas rendah. Sebab menurut dia, daging berkualitas rendah, berdampak negatif terhadap kesehatan.
"Sebab daging berkualitas rendah atau daging beku mengandung lemak 15 persen lebih berpotensi memicu stroke dan penyakit jantung," kata Benny Dwika Leonanda, (9/6), dilansir ROL.
Pendapat demikian disampaikanya terkait instruksi Presiden Jokowi khususnya saat operasi pasar beberapa waktu lalu sehubungan Ramadhan dan Idul Fitri agar harga daging sapi bisa ditekan sampai Rp 80 ribu per kg. Bulog justru telah membuka Rp 80 ribu per kg, bahkan juga ada yang menjualnya dengan harga Rp 75 ribu per kg, seperti yang dijual di pasar murah oleh Artha Graha Peduli (AGP).
Menurut Benny, kandungan lemak daging beku di atas 15 persen pasti diolah jadi bakso sate, sosis, makanan siap saji dan lainnya. "Boleh diteliti di berbagai rumah sakit seberapa banyak sudah penderita stroke dan jantung yang diyakini akan meningkat. Lalu siapa yang dapat untung, atas penjualan daging sapi impor berkualitas murah itu?" katanya.
Yang untung, katanya lagi, pasti pelaku farmasi yang menyuplai obat-obat ke Indonesia dan semua ini diindikasi bagian dari konspirasi global tanpa berfikir menghancurkan Indonesia. Ia memandang bahwa jika daging impor berkualitas rendah itu masih beredar maka sama artinya selama puasa ini sudah terjual makanan tidak sehat secara massal.
Sebelumnya, Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman mengungkapkan, kualitas daging bukan soal jenis daging namun rasa setelah diolah, yang terpenting masyarakat bisa menikmati harga daging dengan harga terjangkau.
"Saya jelaskan saja, kita butuh daging atau protein? Daging dengan jenis CL (kualitas rendah) dengan daging kualitas terbaik sama nggak proteinnya? Sama, proteinnya sama," jelas Amran ditemui saat meninjau pasar murah di Lapangan Blok S, Jakarta Selatan, Minggu (5/6/2016), dilansir detikcom.
Dia menuturkan, rasa daging lebih dipengaruhi cara penyajian atau memasaknya, sementara kualitas daging dianggap tak terlalu signifikan.
"Cita rasa itu tergantung dengan istri Anda. Yang penting tangan yang masak punya siapa. Coba tanya ibu-ibu, yang penting bagaimana tangan yang mengolahnya," ungkap Amran.