Seorang anak perempuan keturunan Afrika-Amerika dan beragama Islam, mendapatkan perlakuan kurang baik dari lingkungan sekitarnya di Florida, AS, karena dia mengenakan hijab.
Namun, keputusannya itu malah berujung pada perlakuan buruk dari teman-teman di sekitar rumah dan sekolahnya.
TInggal di Florida, Tiffany Rivera tahu pasti bahwa putrinya Khadijah berisiko untuk dirisak oleh anak-anak lain.
“Dia berkulit hitam, muslim dan perempuan.. Dia memiliki 3 hal yang membuatnya mudah diserang,” kisah Tiffany tentang putrinya, Khadijah yang berusia 9 tahun yang memutuskan menutup tubuhnya dengan hijab sebagai bentuk ketaatannya sebagai seorang muslim.
Tapi Rivera tak pernah mengira bahwa serangan dan bully yang datang kepada Khadijah akan seburuk ini akibatnya. Tiffany berkisah, anak-anak yang tinggal di sekitar lingkungan tempat tinggalnya sering menarik hijab Khadijah hingga lepas, melecehkan, menampar dan bahkan mengancam Khadijah dengan pisau.
“Mereka melemparkan batu kepadaku dan mengatai-ngataiku ISIS. Aku bahkan tak tahu apa artinya itu,” ujar Khadijah dalam sebuah wawancara telepon dengan fusion.net.
Khadijah berkisah, ia kini takut untuk bermain di luar rumah bahkan terpaksa melepas hijabnya karena ia menjadi target tindak kekerasan saat mengenakan hijabnya.
Setelah melepas hijab, serangan kepada Khadijah tak kunjung berhenti juga. Tiffany Rivera, ibu Khadijah pun meminta Fusion.net untuk membantunya mengisahkan kepada dunia tentang serangan yang dialami Khadijah. Tiffany tak ingin dikasihani. Ia ingin agar kisah Khadijah menjadi sebuah pengingat bahwa kebencian kepada agama tertentu mampu membuat seseorang melukai orang yang dibencinya itu.
Rivera juga ingin menguatkan gadis muslim Amerika lain yang kini masih terus menerus menjadi korban serangan bully karena mengenakan hijab di sekolah dan di lingkungan sekitar rumah mereka.
“Ada banyak gadis muslim yang mengalami hal serupa dengan Khadijah. Dengan menyampaikan kisah ini, saya ingin menunjukkan bahwa mereka kini tak sendirian,” ungkap Rivera.
Kebencian terhadap umat muslim di Amerika memang meningkat. Sebuah survey yang dilakukan oleh Southern Poverty Law Center menyimpulkan bahwa penyebarluasan bully, rasisme dan ancaman terhadap siswa minoritas muncul seiring tampilnya Donald Trump, kandidat calon presiden AS yang dikenal anti Islam.
“Mereka menyuruh saya untuk kembali ke asal saya,” kisah Khadijah. Padahal, Khadijah lahir di Kalamazoo, Ohio, Amerika.
Khadijah yang kini tinggal bersama ibu dan ayah tirinya di Orlando, Florida disarankan oleh tetangganya untuk pindah kota agar tak lagi menjadi target serangan. Rivera menolak dan mengatakan bahwa mereka tak memiliki cukup uang untuk pindah kota dan akan tetap tinggal di Florida.
Khadijah kini menjalani homeschooling dan orangtuanya tidak pernah membiarkan Khadijah berada di luar rumah sendirian.
“Kami tidak dapat meninggalkan Khadijah sendirian di luar. Ada banyak anak yang tiba-tiba muncul dan menamparnya tanpa alas an,” ungkap Rivera.
Khadijah berkisah, ia ingat ada seorang anak perempuan yang mengancamnya dengan sebuah pisau.
“Dia keluar dengan mengacungkan sebuah pisau daging yang besar dan menunjuk saya. Dia memanggil saya dengan kata B (bitch, red).
Khadijah memiliki hubungan unik dengan hijabnya. Ia mulai berhijab di usia sangat dini. Khadijah merasa, hijab adalah bagian dari identitas dirinya sebagai seorang perempuan muslim.
“Aku memakainya sejak usia 3 tahun karena aku melihat ibuku memakainya dan aku suka memakainya juga,” ujar Khadijah.
Tiffany mengatakan, ia tidak memaksa putrinya untu menggunakan hijab.
“Saya memberinya kebebasan. Berhijab adalah pilihannya. Saya ingin dia merasa nyaman saat ia menggunakannya di usia yang sangat muda,” tutur Rivera. Rivera sendiri baru menjadi mualaf 12 tahun yang lalu.
Khadijah kini merayakan Ramadan dengan keluarganya dan memiliki kerinduan untuk segera mengenakan hijab kembali.
Penulis: Alaa Basatneh
Sumber: fusion.net
[portalpiyungan.com]