Aku bertemu denganmu hari itu, tak berapa lama kita menjalin hubungan. Remaja yang masih mencari jati diri itu menjalani kasih bersama untuk beberapa bulan. Empat bulan kemudian, sakit itu mendera hatiku. Kau putuskan sepihak dengan alasan “untuk kebaikan kau dan aku.” Sakit? Tapi setidaknya aku benar merasakan sayang itu padamu. Aku tulus kepadamu. Baru kali ini aku merasakan sayang kepada pacarku. Tapi mungkin kita tak berjodoh, aku hanya bisa berpikir itu.
Tahukah kamu? Hatiku hancur melihatmu kembali.
Sekitar setengah tahun kemudian, kau kembali. Kau meminta aku kembali. Dengan perjuanganmu yang bagi anak remaja berpikir “sudah cukup dewasa”, kau datang ke rumahku dan memohon untuk kembali. Kau tahu hatiku hancur? Hancur melihatmu kembali, juga hancur saat aku menerimamu kembali.
Sejauh mana lagi aku akan sakit hati? Saat itu yang aku tahu adalah aku menyayangimu dan tak ingin lepas darimu. Kau tahu betapa aku benar menyayangimu ‘kan? Aku memang cuek, tak pernah memerhatikanmu seperti perempuan lainnya yang dengan mudah memberikan perhatiannya. Aku tak begitu.
Aku melihatmu dan harus benar-benar memperhatikanmu. Kita masih sangat muda saat itu, aku harus benar mempertimbangkan hatiku ke kamu. Tapi memang tak bisa bohong, aku benar sayang kepadamu. Hingga saat itu tiba, kau tak ada kabar, aku meminta putus tapi seperti ngambang begitu saja tanpa ada kepastian. Entah bagaimana kita bisa kembali lagi.
Untuk terakhir kalinya aku memberi kesempatan kepada hatiku untuk menerimamu. Kau kembali tak ada kabar. Kali ini aku benar merasa salah, karena aku yang terlalu cuek kepadamu. Tapi sebenarnya, aku memperhatikanmu. Aku rindu becandamu saat itu. Dengan sepihak, aku memutuskan hubungan itu, dengan alasan “untuk kebaikan kau dan aku”. Mungkin itu waktu kita untuk intropeksi diri. Kita tak akan bisa terus bersama kalau masih mementingkan ego satu sama lain. Kau yang tampan disana, kau masih bagaikan raja dihatiku.
Berapa kali kau permainkan aku? Berapa banyak pula perempuan yang kau permainkan? Saat itu kau masih sangat muda. Aku tak tahu sekarang bagaimana, aku tak tahu apakah kau benar berubah atau tidak, aku tak tahu, sungguh-sungguh tak tahu. Aku tak banyak tahu tentangmu, maafkan aku.
Apakah kau akan kembali padaku dengan perasaan yang sama? Atau bahkan lebih?
Tanpa alasan aku menyanyangimu, tanpa alasan aku menerimamu sebagai sahabat, dan tanpa alasan sampai sekarang aku masih bahagia tingkat dewa saat bertemu denganmu. Maaf, aku sengaja memutuskan hubungan. Dan lagi, itu demi kebaikan kau dan aku. Aku hanya ingin memastikan, apakah kau akan mencariku kembali sebagai teman atau wanita istimewamu?
Apakah nanti kau akan kembali dengan perasaan yang sama? Lebih? Atau hanya seorang teman? Kita sekarang sudah jauh, sadarkah kau? Kau bahkan seperti tak membutuhkanku dan tak pernah memikirkan aku sebagai orang yang spesial. Mungkin hanya aku di sini yang masih memikirkanmu, bahkan terkadang menunggumu kembali.
Tanpa terasa, tahun demi tahun begitu saja berlalu. apa kau baik disana? Makan teratur? Tidur cukup? Siapa yang merawatmu kalau kau sakit? Jaga dirimu disana ya, maafkan aku yang memutuskan komunikasi. Aku hanya ingin melihat bagaimana kau sebenarnya terhadapku. Aku hanya ingin tau perasaanmu yang sebenarnya kepadaku. Kalau memang suatu saat nanti kau meminta kembali, aku harap kita tak terpisahkan lagi, untuk selamanya, sampai di surga nanti.
Terima kasih kau pernah menerimaku dalam hidupmu.
Kalau kau menemukan wanita lain di sana, aku harap kau hidup bahagia bersamanya. Aku harus bahagia melepasmu. Aku harap aku benar bisa melepasmu, dengan begitu hatiku ringan tanpamu. Jangan khawatir, aku bahagia di sini. Aku tersenyum sepanjang hari, kau tahu itu? Aku sangat bahagia disini, tanpamu, dengan semua kenangan itu yang menjadi pedoman hidupku saat ini. Terima kasih telah hadir dan menerimaku di hidupmu, aku bahagia tanpamu.
Aku sangat bahagia tanpamu. Semoga kau bahagia disana, kawan. Aku menunggumu kembali. Jaga dirimu ya, jaga hati wanita, jangan lepaskan dia karena kau bosan. Itu semua bukan alasan. Aku bahagia melihatmu bahagia, karena sekarang kau adalah sahabatku. Sahabat tak terpisahkan, ‘kan? Mungkin saja. Apapun itu, terima kasih karena sudah menerimaku di hidupmu. Sekali lagi, aku bahagia disini. Aku sangat bahagia.